Cartil begitulah tempat ini biasa disebut, berasal dari singkatan Caringin Tilu. Cartil dibuka menjadi tempat wisata mulai tahun 2002 itu memiliki keindahan alam yang masih sangat asli. Awal dibuka sebagai obyek wisata, hanya terdapat tiga orang penjual makanan. Namun, kini semakin ramai dengan berdirinya 25 saung dengan berbagai varian makanan yang disediakan.
Nama Caringin Tilu (dalam Bahasa Sunda) berarti tiga beringin diambil
dari keberadaan tiga pohon beringin di daerah ini. Tiga pohon dengan
umur ratusan tahun kini hanya tersisa satu pohon, karena satu pohon
tumbang, dan satu pohon lagi mati kering. Untuk melestarikan keidentikan
nama tempat ini dengan keberadaan pohon beringin maka warga masyarakat
di sekitar Cartil menanam dua pohon beringin sebagai pohon pengganti.
Daratan tinggi Cartil yang memiliki keindahan alam sangat alami ini,
akan membawa kita pada rasa nyaman dan damai melihat harmonisasi alam
yang terhampar luas di depan mata kita. Ciptaan Allah berupa keindahan
alam dapat kita lihat telanjang menyampaikan pesan kepada kita untuk
tetap menjaga kelestariannya. Kita dapat mengamati kota Bandung yang
terletak di bawah daratan Cartil dengan sangat leluasa. Pemandangan kota
Bandung di malam hari dilihat dari Cartil laksana lautan hitam yang
bertebaran beribu bintang berasal dari ribuan lampu penduduk.
Curug Cimahi
Curug atau juga Air Terjun Cimahi ini, memiliki ketinggian sekitar 87 m,
merupakan salah satu curug yang tertinggi di wilayah Bandung dan
sekitarnya. Nama Cimahi berasal dari nama sungai yang mengalir di
atasnya yaitu Sungai Cimahi yang berhulu di Situ (danau) Lembang dan
mengalir ke Kota Cimahi. Curug ini berada di ketinggian 1050 m dpl
dengan suhu di kawasan ini berkisar 18-22 derajat Celsius. Jika dilihat dari atas, curug ini memiliki dua tingkat dan termasuk yang
unik. Sesuai namanya cimahi alias air cukup (bahasa Sunda), debit air
terjun ini selalu sama, baik saat musim hujan atau pun kemarau. “Namun,
dibandingkan puluhan tahun lalu, debitnya jauh berkurang.
Kawah Putih
Letusan hebat oleh Gunung Patuha pada abad ke 10 membuat banyak orang
beranggapan bahwa lokasi ini adalah kawasan angker karena setiap burung
yang terbang melewati kawasan tersebut akan mati. Karena kepercayaan
tersebut, tidak ada orang yang berani mendekati kawasan ini sampai
akhirnya pada tahun 1837 ada seorang ahli bernama Dr. Franz Wilhelm
Junghuhn yang memutuskan untuk pergi ke puncak Gunung Patuha demi ilmu
pengetahuan.
Dr. Franz Wilhelm Junghuhn berhasil mencapai puncak Gunung Patuha dan
dari sana ia melihat ada sebuah danau berwarna putih dengan bau
belerang yang menyegat. Sejak itu, keberadaan Kawah Putih menjadi
terkenal dan pada tahun 1987 pemerintah mulai mengembangkan Kawah Putih
sebagai tempat wisata.
Situ Lembang
Situ Lembang
Situ Lembang, lembah sempit berbentengkan dinding kaldera gunung Sunda.
Di timur terlihat gunung berselimit kabut, Gunung Tangkubanperahu
membiru (2.084 m.dpl). Dari Situ Lembang, bentuk gunung ini terlihat
tidak seperti perahu yang terbalik. Jadi sangat mungkin, yang
menciptakan sakakala Sang Kuriang – Dayang Sumbi itu adalah orang dari
selatan gunung ini, yang setiap hari melihatbentuk gunung seperti perahu
yang terbalik.
Di Barat dan uatara danau, sejak lawang angin hingga di utara Situ Lembang, membentang dinding kaldera Gunung Sunda, saksi sejarah keberadaan raksasa Gunung Sunda (+-4000 m.dpl) yang meletus dasyat hingga membentuk kaldera, kawah raksasa dengan garis tengahnya sepanjang tujuh kilkometer. (sumber T.Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung).
Taman Ir. H. Djuanda (Dago Pakar)
Di Barat dan uatara danau, sejak lawang angin hingga di utara Situ Lembang, membentang dinding kaldera Gunung Sunda, saksi sejarah keberadaan raksasa Gunung Sunda (+-4000 m.dpl) yang meletus dasyat hingga membentuk kaldera, kawah raksasa dengan garis tengahnya sepanjang tujuh kilkometer. (sumber T.Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung).
Taman Ir. H. Djuanda (Dago Pakar)
Taman terbesar yang pernah dibangun oleh pemerintah Hindia-Belanda
berbentuk hutan lindung dengan nama Hutan Lindung Gunung Pulosari.
Perintisan taman ini mungkin sudah dilakukan sejak tahun 1912 bersamaan
dengan pembangunan terowongan penyadapan aliran sungai Ci Kapundung (kemudian hari disebut sebagai Gua Belanda), namun peresmiannya sebagai hutan lindung baru dilakukan pada tahun 1922.
Sejak kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 secara
otomatis status kawasan hutan negara dikelola oleh Pemerintah Republik
Indonesia melalui Djawatan Kehutanan. Kawasan hutan ini dirintis pembangunannya sejak tahun 1960 oleh
Mashudi (Gubernur Jawa Barat) dan Ir. Sambas Wirakusumah yang pada waktu
itu menjabat sebagai Administratur Bandung Utara merangkap Direktur
Akademi Ilmu Kehutanan, dan mendapat dukungan dari Ismail Saleh (Menteri
Kehakiman) dan Soejarwo (Dirjen Kehutanan Departemen Pertanian).
Gunung Tangkuban Parahu
Tangkuban Parahu atau Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya, Gunung Tangkuban Perahu mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter. Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang dikeluarkan adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif adalah uap belerang. Daerah Gunung Tangkuban Perahu dikelola oleh Perum Perhutanan. Suhu rata-rata hariannya adalah 17 oC pada siang hari dan 2 oC pada malam hari.
Pada
tahun 1963 sebagian kawasan hutan lindung tersebut mulai dipersiapkan
sebagai Hutan Wisata dan Kebun Raya. Tahun 1963 pada waktu meninggalnya
Ir. R. Djoeanda Kartawidjaja
(Ir. H. Djuanda) , maka Hutan Lindung tersebut diabadikan namanya
menjadi Kebun Raya Rekreasi Ir. H. Djuanda untuk mengenang jasa-jasanya
dan waktu itu pula jalan Dago dinamakan jalan Ir. H. Djuanda.
Situ Patenggang
Situ Patenggang Bandung, adalah tempat wisata di bagian selatan Kabupaten Bandung, terletak di sebuah desa bernama Patengan. Desa ini adalah bagian dari wilayah administratif Kecamatan Rancabali yang lokasinya berada di bawah kaki Gunung Patuha, sebuah Gunung yang sangat erat kaitannya dengan objek wisata Kawah Putih.
Situ Patenggang
Situ Patenggang Bandung, adalah tempat wisata di bagian selatan Kabupaten Bandung, terletak di sebuah desa bernama Patengan. Desa ini adalah bagian dari wilayah administratif Kecamatan Rancabali yang lokasinya berada di bawah kaki Gunung Patuha, sebuah Gunung yang sangat erat kaitannya dengan objek wisata Kawah Putih.
Situ Patenggang,
sebagai sebuah objek wisata alam yang begitu sangat populer di Bandung
memiliki cerita yang sangat unik. Ini berawal dari sebuah legenda yang
beredar di masyarakat Ciwidey yang hingga saat ini cerita tersebut
masih lestari dan dikaitkan dengan nama dari situ/danau tersebut
(Patenggang – Patengan). Oleh karena itu, berawal dari sebuah legenda
ini pula yang menjadi daya tarik dari tempat wisata di Bandung ini. Secara sederhana, sejarah situ patenggang dimulai dari asal legenda asal mula nama situ ini.
Gunung Tangkuban Parahu
Tangkuban Parahu atau Gunung Tangkuban Perahu adalah salah satu gunung yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya, Gunung Tangkuban Perahu mempunyai ketinggian setinggi 2.084 meter. Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang dikeluarkan adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif adalah uap belerang. Daerah Gunung Tangkuban Perahu dikelola oleh Perum Perhutanan. Suhu rata-rata hariannya adalah 17 oC pada siang hari dan 2 oC pada malam hari.